Senin, 24 Januari 2011

Nyai Dasimah

Nyai Dasimah,
yang lebat rambutnya, sudah lama tidak berjumpa,
kini kulihat, tetap saja kamu jelita.
Menggeleng-gelenkgan kepala dibawah lampu jalan,
kamu mengadu kepadaku,
ya ya ya ya
keadaan sudah berubah,
tentu saja,
pabrik-pabrik didirikan di desa,
orang desa menjual tanahnya
pergi ke kota menjadi gelandangan
ya ya ya ya
keadaan sudah berubah
bendungan yang didirikan ditumbuhi enceng gondok
pengairan malah berkurang
dan tenaga lsitrik hanya mampu dibeli oleh modal asing


Nyai Dasimah
yang lentik bulu matanya
sudah lama tidak berjumpa
kini kulihat lesung pipitnya tetap sempurnanya
dunia berubah ia terbata-bata
tetapi cuman sementara
ketika pabrik batik gulung tikar
dan wanita-wanita pembatik berkeluyuran di jalan di waktu malam
dengan cepat membuka kedai makan
dia judes terhadap yang berhutang
ia bekerja siang dan malam

Nyai Dasimah
bibirnya merah kesumba, sudah lama tidak berjumpa
kini kulihta ia tetap cantik dan perkasa
ia tak pernah ragu-ragu
kadang-kadang menangis juga
tetapi cuma sedikit air matanya
anaknya yang tamat sma tak dapat kerja
cepat-cepat ia seret anaknya ke pasar
ia suruh berdagang saja
dunia berubah
ya .....senantiasa akan berubah
tentu saja
tapi Dasimah tetap Dasimah
Ia melenggang satu dua
dan dunia terkesima oleh pantatnya

Dasimah wahai Dasimah
uangmu kamu hitung, uangmu kamu simpan
semangatmu memandang ke depan
uang itu gaib katamu
mungkin
sebab nyatanya
diburu bagai bayangan
dihayati ia menjadi kenyataan

Nyai Dasimah menggeliatkan tubuhnya
sudah lama tak berjumpa
kini ketemu ia minta pijit
ayolah Nyai mari ke mari
kebayamu yang rapih bersih berkanji
yet iyet tebu, yet iyet pisang
meski kamu sudah ibu
kamu tetap girang


<WS. Rendra>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar